A.
Penjelasan
Pendidikan karakter
1.
Pengertian Pendidikan karakter
Karakter merupakan
nilai-nilai
perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Sudrajat (2011:15) mengemukakan bahwa karakter berasal
dari akar kata bahasa latin yang berarti
“di
pahat”. Sebuah
kehidupan seperti
sebuah
blok granit yang dengan hati-hati dipahat
ataupun dipukul secara sembarangan yang pada akhirnya menjadi
sebuah
mahakarya
atau puing-puing yang
rusak. Karakter gabungan dari kebijakan dan nilai-nilai yang dipahat
di dalam batu hidup tersebut, akan menyatakan nilai yang sebenarnya.
Secara harfiah
karakter artinya, “Kualitas
mental
atau
moral, kekuatan
moral, nama
atau
reputasi” Menurut kamus
lengkap bahasa
indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang
lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian(Munir, 2010:81)
Pendidikan karakter
menurut Ratna Megawati
adalah sebuah usaha untuk
mendidik anak-anak agar
dapat mengambil keputusan dengan bijak
dan mempraktikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut kemendiknas, pendidikan
karakter adalah pendidikan yang
mengembangkan nilai-nilai karakter
bangsa pada diri
peserta didik, sehingga mereka
memiliki nilai dan
karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan
nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan dirinya, sebagai anggota
masyarakat, dan warga
negara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah usaha dan
proses untuk membentuk
manusia yang memiliki
karakter atau nilai sebagai
ciri atau karakteristik
individu masing-masing. Dengan adanya
pendidikan karakter yang
diterapkan di Negara
ini, maka akan mencetak
individu yang bermoral,
berkepribadian, dan bermartabat melalui
pendekatan yang biologis
– psikologis dan sosiologis.
2.
Unsur-unsur Karakter
Sepuluh unsur kebajikan
utama
karakter (cardinal virtues) menurut Suparlan sebagai berikut.
1.
Kebijaksanaan 6. Sikap positif
2.
Keadilan
7. Kerja keras
3.
Ketabahan
8. Integritas
4.
Pengendalian diri 9. Syukur
5.
Kasih 10. Kerendahan hati
3.
Pilar Penting
Karakter Manusia
Ada enam karakter utama (pilar karakter) pada diri manusia
yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak
dan
perilakunya dalam hal-hal khusus. Fathul Mu’in (Barnawi
2012:27)
menyatakan
keenam pilar karakter tersebut adalah sebagai berikut.
1. Penghormatan
2.
Tanggung jawab
3.
Kesadaran berwarga Negara
4.
Keadilan dan kejujuran
5.
Kepedulian dan kemauan berbagi
6.
Kepercayaan
B.
Penjelasan Kejujuran
Jujur jika
diartikan secara baku adalah
"mengakui, berkata
atau memberikan
suatu informasi yang sesuai kenyataan dan
kebenaran". Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum
tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau
apa yang dibicarakan seseorang dengan
kebenaran dan kenyataan yang
terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang
baku dan
harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang
sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap
atau dinilai tidak jujur, menipu,
mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.
Banyak
sekali pandangan mengenai pengertian kejujuran. Jujur diartikan sebagai
ketulusan hati untuk tidak curang terhadap diri sendiri dan tidak curang
terhadap oranglain. Kejujuran merupakan keselaranan antara kata hati dan kata
yang diucapkan, antara kata yang diucapkan dan sikap serta perbuatan nyata. Orang
yang jujur adalah orang yang dengan sadar, mau dan rela untuk mengakui segala
sesuatu yang terjadi, sesuai dengan realita yang ada.
Kejujuran
terletak dalam multi dimensi, artinya bahwa kejujuran tidak terletak hanya
dalam satu dimensi, tetapi ada dalam banyak sekali dimensi, bahkan mungkin
semua dimensi kehidupan manusia. Jujur, adalah sikap pribadi. Jujur
diekspresikan dengan kata-kata atau sikap yang mencerminkan keadaan yang
sesungguhnya. Tidak ditutupi atau bahkan tidak menipu.
Jujur, adalah sikap pribadi. Jujur
diekspresikan dengan kata-kata atau sikap yang mencerminkan keadaan yang
sesungguhnya. Tidak ditutupi atau bahkan tidak menipu.
Alasan orang harus jujur yaitu :
1. kemungkinan
terjadi kesalahpahaman
2. kemungkinan
menghindar secara emosional
3. kemungkinan
menyakiti perasaan orang lain yang sebenarnya tidak perlu kita lakukan
4. kemungkinan
membuang-buang waktu dan energi mental dengan percuma
Menurut Iman
Abdul Mukmin Sa’adudin
menyatakan bahwa jujur mempunyai
beberapa bentuk, diantaranya:
1. Jujur pada
diri sendiri. Disebut
juga jujur dalam keputusan. Seorang muslim
jika memutuskan sesuatu
yang harus dikerjakan, hendaklah
tidak ragu-ragu meneruskannya
hingga selesai. Akan tetapi banyak
orang muslim jika
dituntut jihad, mereka begitu
malas untuk maju. Demikian pula jika diminta untuk mengeluarkan
zakat mereka enggan
dan mengeluh. Padahal itu
semua bukan bagian
dari sifat orang
mukmin. Rasulullah SAW bersabda: “orang mukmin itu bertabiat semua sifat
selain khianat dan dusta”.
2. Jujur dalam
berkata. Seorang muslim
tidak berkata kecuali jujur. Rasulullah
SAW bersabda: “Tanda
orang munafik itu tiga;
jika bicara ia
berdusta, jika berjanji
ia mengingkari dan jika
diberi amanah ia
berkhianat”. Karena itu
Allah SWT berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah
dan katakanlah perkataan
yang benar” (QS.
33: 70).
3. Jujur dalam
berjanji. Seorang muslim
apabila menjanjikan sesuatu
hendaklah memenuhinya. Jika tidak, ia termasuk orang yang munafik.
Diantara janji
itu ada janji
kepada anak-anak. Islam
mengajarkan agar bersikap jujur kepada anak-anak, agar setelah dewasa mereka
akan tumbuh menjadi orang yang jujur dan berkata serta berbuat jujur.
4. Jujur dalam
usaha. Seorang muslim
apabila menjalin usaha dengan
sesorang hendaklah bersikap
jujur, tidak menipu
dan tidak curang. Jujur dalam usaha dapat memberikan keberkahan
dalam rizki yang
ia peroleh. Jujur
merupakan modal utama dalam usaha apapun bentuknya usaha
tersebut
Ada beberapa hal yang dapat
mendorong terbentuknya sifat jujur, antara lain:
a. Membiasakan
berbicara sesuai dengan perbuatan.
b. Mengakui
kebenaran orang lain dan mengakui pula kesalahan diri sendiri jika memang
bersalah.
c. Selalu
mengingat bahwa semua perbuatan manusia dilihat oleh Allah SWT.
d. Meyakini bahwa
kejujuran mengantarkan manusia
kejenjang derajat yang terhormat.
e. Berlaku
bijaksana sesuai dengan aturan hukum.
Dampak Kejujuran
Pembentukan sikap menurut Dayaksini
dan Hudaniah (2003) merupakan hasil interaksi dengan lingkungan. Sikap
kejujuran sangat penting dalam kehidupan kita karena melalui kejujuran kita
dapat diterima oleh lingkungan sekitar serta disenangi oleh orang banyak.
Selain itu, dampak yang paling nyata yang dapat kita rasakan adalah adanya rasa
menghargai dari orang lain kepada kita. Saat kita merasakan dampak timbul dari
kejujuran, kita pasti akan merasa sangat nyaman dengan kehidupan kita walaupun
terkadang sulit untuk mempertahankan kejujuran.
- Kaitan kejujuran
dengan kehidupan social
Kejujuran harus diterapkan di lingkungan sekitar
kita. Kehidupan akan menjadi lebih harmonis apabila kita dapat menerapkan
kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Menerapkan kejujuran harus disertai
dengan kepercaayaan diri yang tinggi karena kita akan menjadi lebih jujur dengan
kepercayaan diri. Hal-hal yang dapat mempengaruhi kejujuran seseorang adalah
lingkungan sekitar seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat.
- Keluarga.
Keluarga
merupakan bagian terkecil dalam bidang kehidupan. Saat kita bertumbuh, semuanya
berawal dari lingkungan keluarga. Kejujuran di dalam keluarga sangat dibutuhkan
teutama untuk menjaga keharmonisan keluarga. Menurut Dwiputra (2011) Hal
terpenting dalam kejujuran di lingkungan keluarga adalah orangtua perlu
menyampaikan dan mencontohkan berbagai perilaku yang menunjukkan kejujuran dan
integritas secara jelas sehingga anak dapat mengambil patokan dalam menilai
perilaku yang baik dan yang buruk.
- Sekolah.
Menurut
Berns (2010) sekolah adalah agen dari sosialisasi. Sekolah mengatur intelektual
dan pengalaman social dari seorang anak. Lingkungan sekolah merupakan
lingkungan yang rentan dengan ketidakjujuran. Selain ketidakjujuran, di dalam
lingkungan sekolah kita juga belajar untuk bersikap jujur melalui peraturan
yang diterapkan oleh sekolah. Kita dapat belajar menjadi disiplin dan jujur
dalam berperilaku bila kita memiliki komitmen yang dibentuk saat berada dalam
lingkungan sekolah. Melalui komitmen yang kuat untuk selalu jujur yang dimulai
dari lingkungan sekolah di masa yang akan datang akan menciptakan lingkungan
yang harmonis dan mengurangi kelakuan-kelakuan negatif seperti korupsi.
- Masyarakat.
Menurut
“Pengertian Masyarakat, Unsur Dan Kriteria Masyarakat Dalam Kehidupan Sosial
Antar Manusia” (2008) Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk
menyatu dengan sesama. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan,
manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Melalui
adanya interaksi dengan sesama, maka perlu adanya hubungan yang dibina dengan
harmonis. Kejujuran adalah hal yang sangat penting dalam hubungan dengan
sesama. Hasanah dan Adhim (2012) mengatakaan bahwa seseorang berbuat tidak
jujur sebagai mekanisme pertahanan diri (self defense mechanism), baik
dari rasa malu atau sebagainya. Selain itu seseorang berbuat tidak jujur karena
ingin mendapatkan penilaian atau apresiasi yang melebihi keadaan dia
sesungguhnya.
D.
Kisah
Nyata Orang Jujur
Mohammad
Hatta mengembalikan uang negara sisa perawatan kesehatan.
Pasien itu tergolek di atas dipan. Ini di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo. Stroke menjepit syaraf. Menghambat seluruh aliran
tenaga. Dia agak susah bergerak. Dan itulah sebabnya anak dan istrinya
melarikan dia ke rumah sakit itu.
Itu tahun 1963. Dan lelaki di atas dipan ini adalah
Bung Hatta. Lelaki yang sudah seperti nama belakang Soekarno. Dwitunggal yang memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia, yang namanya selalu dibacakan tiap 17 Agustus.
Pada tahun-tahun itu, faslitas di rumah sakit itu
belum lah seperti hari ini. Penyakit
Bung Hatta tak bisa ditaklukkan di situ. Harus diterbangkan ke luar negeri.
Para dokter menganjurkan dia terbang ke kota Stockholm di Swedia, negeri yang
masuk dalam tujuh negara dengan fasilitas kesehatan terbaik dunia, dan para
lelakinya punya harapan hidup hingga usia hampir 80 tahun. Keluarga juga
setuju.
Tapi bagaimana memikul biaya di negeri yang jauh
itu. Bung Hatta bukan lagi pejabat
negara. Gaji pensiun pas-pasan. Tak ada
tambahan, selain daripada honor tulisan dan penjualan buku tulisannya sendiri.
Keluarga berusaha sekeras hati.
Beruntung kabar soal sakitnya Bung Hatta, diketahui
oleh Soekarno di Istana. Sang kawan,
yang belakangan menjadi rival politik itu, datang menjenguk. Maka datanglah
Soekarno ke Paviliun Cendrawasih pada suatu hari. Sebuah pertemuan mengharukan.
Antara dua tokoh yang bersisian, tapi duet merekalah yang menyebabkan kita
merdeka.
Soekarno kemudian memerintahkan sejumlah dokter
Istana membawa Hatta ke Swedia. Ditemani
Prof. Mahar Mardjono, Bung Hatta bertolak ke Swedia, dokter yang
dianggap paling mumpuni. Seluruh biaya ditanggung negara. "Wangsa, jaga baik-baik Bung
Hatta," titah Soekarno kepada Sekretaris Pribadi Hatta, I Wangsa Widjaja,
sebelum bertolak ke Swedia.
Di negeri jauh itu Hatta dirawat beberapa hari. Dan
sembuh. Pria kelahiran Bukit Tinggi, Sumatera Barat, itu kemudian diantar
pulang. Dalam perjalanan pulang
itu, Hatta mengetahui masih ada uang
yang tersisa. Biaya pengobatan di Swedia ternyata tak sebesar yang disiapkan
Jakarta.
Merasa tak berhak dengan sisa uang tersebut, Hatta
memerintahkan Wangsa mengembalikan uang itu ke negara. Dia menegaskan bahwa uang itu adalah milik
negara. Sebagai seorang mantan Wakil Presiden yang bersusah payah memerdekan
negeri ini, negara pastinya takkan
pernah meminta sisa uang transportasi itu. Bung Karno, yang jadi rival politik
tapi berkawan bagai saudara itu, juga tak mungkin meminta.
Tapi Hatta sudah berkukuh. Pantang untuk menggunakan uang negara satu
sen pun. Baginya, uang negara adalah milik negara. Bukan untuk dihamburkan
untuk kesenangan pribadi.
Kisah sisa uang akomodasi Mohammad Hatta ini, dikenang banyak orang, bukan saja sebagai inspirasi tentang
kejujuran, tapi juga rujukan tentang bagaimana mencintai negeri. Mulai dari
sendiri. Dari cara kita memperlakukan uang negara.
Kejujuran, seperti yang dilakukan Bung Hatta,
rasanya sudah jadi barang langka hari-hari ini. Terutama mereka yang memangku
kekuasan. Hampir tiap bulan, kita disuguhi tentang berita korupsi. Menteri yang
tadinya gagah wibawa dengan jas, dalam hitungan bulan tersuruk berseragam
tahanan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tapi di tengah perilaku sejumlah elit yang memalukan
itu, sesungguhnya kejujuran seperti yang dilakukan Bung Hatta itu masih hidup.
Carilah ke orang-orang biasa. Dengan kehidupan yang serba pas-pasan, kejujuran
menjadi barang langka bagi kelas masyarakat ini.
E.
Kisah
Orang Tidak Jujur
Kisah
Nyata: Gagal Naik Haji Karena Tidak Jujur Pada Istri
Kebaikan harus disampaikan dengan cara yang baik
pula. Kebaikan yang dipasarkan dengan cara yang kurang baik apalagi buruk, akan
berakibat fatal; baik bagi pelaku maupun objek kebaikan. Selayaknya dakwah yang
berarti mengkampanyekan kebaikan, tatkala disampaikan dengan serampangan
apalagi kekerasan, maka akibat fatalnya akan menimpa sang dai dan dakwah secara
umum, juga penolakan dari objek dakwah.
Tersebutlah seorang suami yang biasa dipanggil Abah.
Beliau adalah suami yang baik. Seorang petani yang juga pedagang padi. Beliau
terbiasa membeli padi dari pemilik sawah di kampungnya, menyelipnya, kemudian
menjualnya kepada masyarakat. Sebab amanahnya dalam berdagang, usahanya maju
dan cukup dikenal oleh petani di luar kampungnya.
Tergolong muslim yang taat, Abah pun berniat
menjalankan Ibadah Haji di Tanah Suci Makkah al-Mukarromah. Inilah ibadah
unggulan yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mampu, baik materi
maupun non materi berupa ilmu, kesehatan dan sebagainya.
Guna mewujudkan niat mulianya itu, Abah mulai
menyisihkan penghasilannya. Kala itu, belum banyak Bank yang menerima
penyimpanan uang seperti sekarang. Alhasil, guna menghemat waktu mendatangi
Bank, Abah menyimpan uangnya dalam sebuah celengan yang terbuat dari bambu.
Dari sebatang bambu, dipotonglah satu ruas, kemudian
bagian tengahnya diberi lubang untuk memasukkan uang. Bentuknya persis seperti
kotak amal yang ada di masjid-masjid, namun celengan ini berbentuk bulat.
Hari demi hari, tabungan Abah semakin bertambah.
Beliau menghitung setiap uang yang dimasukkan dalam celengannya agar mengetahui
jumlahnya, dan bisa diketahui jika ternyata ada orang yang mencuri uang dari
celengannya itu.
Abah merahasiakan apa yang dilakukannya dari seluruh
anggota keluarganya, termasuk dari sang istri. Sebab itulah, sang istri kadang
‘ngedumel’ sebab jatah hariannya berkurang. Apalagi secara jelas terlihat bahwa
usaha suaminya tengah menanjak. Sehingga timbullah pertanyaan, “Digunakan untuk
apa uang hasil berdagang?”
Setelah berbilang tahun, dalam hitungan Abah
tabungannya sudah cukup untuk disetorkan ke Bank. Lantas, beliau berniat
membukanya. Niatnya, selepas dibuka, Abah hendak menunjukkannya kepada sang
istri sebagai kejutan. Kemudian keduanya akan berangkat menuju Bank sembari
berboncengan mesra untuk mendaftar sebagai peserta jama’ah haji tahun itu.
Diambil lah sebilah parang untuk membelah celengan
bambu menjadi dua. Namun, ketika celengan itu terbelah secara sempurna, mata
abah melotot tak berkedip. Keningnya berkerut, telinganya memerah, sekujur
tubuhnya merinding, perasaannya bergemuruh tak karuan.
Sebabnya, seluruh uang di celengan bambu itu dimakan
rayap. Anehnya, dari setiap lembar uang, yang dimakan rayap hanya separuh
bagian, tidak seluruhnya.
Lepas mengumpulkan sisa tenaga, Abah pun mendatangi
istrinya dengan langkah gontai. Ia mengumpulkan seluruh keluarganya, kemudian
menyampaikan apa yang telah dilakukannya selama bertahun-tahun itu. hingga
akhir hayat, Abah belum sempat menunaikan Ibadah Haji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar